Keamanan
pangan merupakan salah satu persyaratan utama untuk menjaga keamanan dalam
negeri. Bisa dibayangkan ketika suatu negara terserang suatu penyakit yang
mewabah akibat keteledoran pengawasan di sektor
keamanan pangan, bisa dipastikan negara tersebut akan luluh lantah, seperti
yang terjadi dikebanyakan negara-negara
berkembang khususnya di Benua Afrika. Pangan yang aman, bermutu, bergizi,
berada dan tersedia cukup merupakan hal yang wajib dipenuhi dalam upaya
terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi
kepentingan kesehatan dan ujungnya adalah untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan masyarakat.
Setiap
negara membutuhkan program keamanan pangan yang efektif untuk melindungi
kesehatan bangsa dalam rangka menjaga kestabilan suatu negara. Menurut The
Codex Alimentarius (FAO/WHO 1997), keamanan pangan didefinisikan sebagai
jaminan bahwa pangan tidak akan menyebabkan bahaya bagi konsumen saat disiapkan
dan atau dikonsumsi sesuai dengan tujuan penggunaannya. Perlindungan konsumen dan
pencegahan terhadap penyakit merupakan dua elemen penting dalam suatu program
keamanan pangan dan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,
industri pangan dan konsumen. Pangan asal hewan memiliki potensi mengandung
bahaya biologis, kimia dan / atau fisik yang dapat mengganggu kesehatan
manusia. Menurut WHO (2005), sekitar 75% penyakit-penyakit baru yang menyerang
manusia
dalam dua dasawarsa terakhir adalah disebabkan patogen-patogen yang berasal
dari hewan atau produk asal hewan. Bagaimana dengan kondisi kekinian keamanan
pangan asal hewan di Indonesia? Jawabannya tentu masih jauh dari yang diharapkan, inilah
yang menyebabkan mengapa angka
penyebaran penyakit yang ditularkan dari produk pangan asal hewan masih tinggi.
Oleh sebab itu aspek keamanan pangan perlu mendapatkan perhatian khusus.
Kebijakan
pemerintah dalam menyediakan pangan asal hewan di Indonesia didasarkan atas
pangan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH). Hal tersebut sejalan dengan
keamanan (safety) dan kelayakan (suitability) pangan untuk
dikonsumsi manusia yang ditetapkan oleh Codex Alimentarius. Menurut
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Kesehatan Masyarakat Veteriner merupakan penyelenggara kesehatan hewan dalam
bentuk : (a) pengedalian dan penanggulangan zoonosis; (b) penjaminan
keamanan; (c) penjamin hygiene dan sanitasi; (d) pengembangan kedokteran
perbandingan; (e) penanganan bencana. Berdasarkan pasal 58 UU tersebut,
pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai kewenangannya melaksanakan kegiatan
pengawasan, pemeriksaan, pengujian, standarisasi, sertifikasi dan registrasi
produk asal hewan. Pengawasan dan pemeriksaan produk hewan berturut-turut dilakukan
ditempat produksi, pada waktu pemotongan, penampungan, dan pengumpulan, dalam
keadaan segar, sebelum pengawetan dan saat peredaran setelah pengawetan.
Standarisasi, sertifikasi dan registrasi produk asal hewan dilakukan terhadap
produk pangan asal hewan yang diproduksi atau dimasukkan ke dalam wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sayangnya UU hanyalah sekedar formalitas, masih
banyak kecurangan baik ditingkat peternak, maupun ditingkat pemerintahan.
Produk- produk pangan asal hewan yang tak layak banyak ditemukan di pasaran.
Oleh karena itu kesadaran dari pemerintah untuk melakukan pengawasan ketat akan
mendukung ketahanan pangan dan menekan keresahan masyarakat terhadap pangan
asal hewan. (mrh)
#D-45Candida’sReborn
0 comments:
Post a Comment