.

Thursday, July 30, 2015

Road to Candida’s Reborn: Siswa Terakhir



Kamis sore. Aku selalu benci Kamis sore. Tidak hanya ada tambahan pelajaran karena aku ikut olimpiade biologi, namun hari ini aku juga ada piket kelas. Saat seisi sekolah sudah sepi, sampai Peter, kucing ibu kantin saja mungkin sudah pulang. Aku dengan sialnya harus kembali lagi ke kelasku yang ada di sudut sekolah dan sendiri membersihkan kelas.
“Ya ampun..Salah apa sih. Kok gini amat nasib hayati ah..mana si Lara udah pulang. Tinggal sendiri dah..”,Aku menggerutu sambil membereskan buku-buku yang berserakan di depan loker kelas.
Kelas nampak masih sangat kotor. Buku-buku berserakan dimana-mana. Bangku dankursi juga tidak pada tempatnya,belum lagi lantai kelas yang kotor. Kalau dihitung-hitung ini selesainya mungkin mendekati magrib. Aku teringat cerita teman-teman tentang cerita-cerita seram yang sering terjadi di sekolah. Bulu kudukku tiba-tiba saja merinding. Tapi aku tetap mencoba tenang,karena dilantai tiga masih ada anak kelas XIIyang masih melaksanakan pelajaran tambahan untuk ujian. Selain itu,di ruang guru juga masih ada guru-guru biologi yang belum pulang. Aku berusaha menenangkan hati dan bersenandung untuk mengusir rasa takut.
“Hei.. Kenapa belum pulang?“
Sapaan itu membuatku kaget setengah mati. Aku sampai menjatuhkan tumpukan buku yang sedang kususun. Aku melirik jam dinding. Setengah enam sore. Aku melirik kearah sumber suara. Nampak seorang siswa dengan baju yang rapi dan senyum yang manis berdiri di depan pintu.
“Eeemmmm.. Iya kak. Aku lagi piket. Teman-teman sudah pada pulang, jadinya aku sendiri saja”, aku langsung bercerita pada laki-laki ini padahal jujur aku belum pernah bertemu ataupun melihat laki-laki ini di sekolah.. Dilihat dari postur tubuhnya,sepertinya dia anak kelas XII. Karena aku tidak dekat dengan kakak kelas,jadi aku cukup merasa asing dengan wajah ini.  Wajar saja lah, kakak kelas berada dilantai tiga, sedangkan aku dilantai satu dan berada di sudut. Jadi aku jarang sekali bertemu dengan kakak-kakak kelas.
“Oh,kamu piket. Kamu di kelas ini ya?”, kakak kelas itu masuk dan duduk di salah satu kursi.
“Iya kak. Kenalin kak,namakuLena. Putri Maghdalena lengkapnya. Kakak siapa?”, entah dari mana keberanianku bertanya pada kakak ini.
“Aku Widofa Ali. Panggil saja Wido. Ini juga kelasku dulu.” Kak Wido menjawab santai.
Suara Kak Wido sangat merdu. Aku sangat senang hari itu aku ditemani oleh Kak Wido hingga selesai piket kelas. Ketakutanku sirna sudah,jangankan takut, berpikir takut saja aku tidak sempat karena sibuk mendengarkan Kak Wido bercerita. Dia bercerita banyak tentang kelas ini dan teman-temannya dulu. Walaupun aku tidak mengenal satu orang pun yang ia ceritakan, namun tetap saja lucu. Hingga pukul 19.00,aku baru selesai. Seisi sekolah juga sudah sepi. Aku diantar oleh Kak Wido hingga gerbang, lalu ia kembali lagi ke sekolah karena masih ada urusan katanya. Aku sangat senang. Sungguh senang. Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama, pada Kak Wido.
Seminggu sudah aku tidak pernah bertemu lagi dengan Kak Wido. Aku juga sudah bolak balik lantai tiga demi mencari Kak Wido. Namun sosok ganteng satu itu tidak juga aku temukan.  Akhirnya karena putus asa,aku pergi ke perpustakaan. Aku sudah menyerah,aku ingin konsentrasi saja ke olimpiade biologi yang sebentar lagi dimulai. Padahal aku paling malas kalau sudah membaca ke perpustakaan. Entah karena apa,aku merasa perpustakaan itu punya obat tidur di udaranya. Tidak sampai lima belas menit aku pasti sudah jatuh terlelap jika berada di perpustakaan.Tapi mau bagaimana lagi,aku harus belajar untuk olimpiade itu,karena aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sudah dipercayakan kepadaku. Jarang-jarang sekali aku bisa lolos seleksi olimpiade ini.
“Hei..kamu belum pulang? Lena?”
Suara itu. Suara Kak Wido. Aku masih setengah tertidur, aku langsung bangun dan mencari asal suara tersebut. Setelah mataku terbuka,aku melihat Kak Wido tersenyum. Akupun tersenyum sambil bangkit dari tidur. Ya ampun,aku tidur lama juga. Sekarang sudah pukul 16.00 lewat. Tapi untung saja petugas perpustakaan belum pulang. Akupun keluar dari pespustakaan dan duduk di taman  dengan Kak Wido disampingku. Kebetulan sedang sepi,sehingga kami bisa bicara dengan santai.
“Ngapain tidur di perpustakaan? piket lagi ?“, tanya Kak Wido.
“Enggak kok kak, aku rencananya mau belajar buat olimpiade biologi kak. Tapi malah aku nya ketiduran, jadinya belum belajar. Aku juga bingung bagaimana aku harus menghadapi olimpiade biologi ini”, lagi-lagi aku curhat ke Kak Wido.
“Nih,catatan aku. Pakai aja, aku juga dulu ikut olimpiade biolologi,aku udah rangkum semua materinya,semoga aja bisa bantu”, Kak Wido memberikan buku yang tadi dipegangnya. Buku bersampul kuning itu aku terima. Senang sekali rasanya dipinjami buku oleh Kak Wido.
“Wah kak makasih banget. Ini aku dikasih apa dipinjemin nih kak?” Aku bertanya seakan aku dekat sekali dengan Kak Wido. Kak Wido tersenyum dan menjawab agar aku menyimpannya saja untuk belajar.
“Ya udah Lena,aku pergi dulu. Baik-baik ya..”, Kak Wido beranjak dari duduknya sambil melambaikan tangan padaku.
“Iya kakak. Doain aku ya kak olimpiadenya. Nanti ketemu lagi ya kak..”, Aku membalas lambaian Kak Wido. Aku menunduk sebentar, aku tidak bisa menahan wajah sumringah karena Kak Wido. Ketika aku mendongak kembali, Kak Wido sudah menghilang di balik rimbunan tanaman pakis di taman. “Wah,cepat sekali hilangnya. Kak wido pasti sangat sibuk..”.
Esoknya aku sangat bahagia. Kamis sore entah mengapa mejadi sangat menyenangkan bagiku. Bahkan ketika pelajaran tambahan aku tidak lepas-lepasnya tersenyum. Aku belajar dengan buku pemberian Kak Wido dan benar saja isinya sangat lengkap. Karena terlalu sering tersenyum, sampai-sampai  aku diperhatikan oleh  seisi peserta tambahan hari itu.
“Lena,ada apa kok senyum-senyum mulu dari tadi?” Bu Tina,pembimbingku bertanya dengan keheranan.
“Tidak apa-apa bu. Lena hanya sedang bahagia“, jawabku dengan tetap tersenyum.
“Karena kamu sedang bahagia, ibu boleh minta tolong dong. Ambilkan laptop ibu di ruang guru ya,ada materi yang akan ibu sampaikan pada kalian hari ini,” Bu Tina menyuruhku sambil tersenyum. Biasanya aku paling malas kalau bolak-balik,namun karena suasana hati ku sedang senang aku mau saja menuruti permintaan Bu Tina.
Ketika aku melewati taman, aku melihat bapak penjaga taman kemudian aku tersenyum sambil menyapanya.
“Nak Lena,besok-besok jangan duduk sendirian lagi di taman,apalagi kalau sekolah sudah sepi.Nanti diculik loh,sekarang lagi jamannya penculikan“, pesan pak penjaga.
Sendiri? kemarin kan ada Kak Wido. Mungkin pak penjaga melihatku setelah Kak Wido sudah pergi sehingga beliau melihatku duduk sendirian. “Iya pak,Lena akan ingat pesan bapak. Terima kasih pak“.
Aku lantas kembali lagi ke kelas tambahan.  Ibu Tina sudah menunggu. Beliau menyuruhku membuka laptop dan menyiapkan materi. Saat aku membuka laptop Ibu Tina,aku terkaget saat wallpaper laptop itu muncul. Kak Wido. Aku yakin ini Kak Wido. Mengenakan baju yang sama dengan yang dia pakai kemarin. Baju seragam SMA yang rapi.
“Bu, ini siapa? Kak Wido bukan? Ibu kenal dengan Kak Wido?”, Aku memburu Ibu Tina dengan tiga pertanyaan sekaligus.
“Tentu saja ibu kenal. Wido adalah anak yang sangat pintar. Dia sering memenangkan olimpiade biologi. Ibu sangat bangga pernah kenal dengan anak seperti dia. Foto ini diambil sehari sebelum dia meninggal. Dia mengalami tabrak lari di depan gerbang sekolah pada sore hari sepulang dia belajar untuk persiapan lomba biologi. Hingga akhir hayatnya dia tetaplah seorang siswa yang rajin dan pintar”, Bu Tina mengusap air matanya yang sudah menggenang.
Meninggal? Kak Wido? Lalu yang bertemu denganku dua kali itu siapa? Yang memberiku buku bersampul kuning itu siapa? Oh Tuhan,aku tidak bisa lagi menyembunyikan kekagetanku. Aku seperti orang linglung yang kepanikan.Buku, iya buku. Bukunya dimana? Aku langsung berlari kearah mejaku dan memegang buku bersampul kuning pemberian Kak Wido kemudian semua  berubah menjadi gelap. (NR)
#D-48Candida’sReborn

0 comments:

Post a Comment