Kamis sore. Aku selalu benci
Kamis sore. Tidak hanya ada tambahan pelajaran karena aku ikut olimpiade biologi, namun hari ini aku juga
ada piket kelas. Saat seisi sekolah sudah sepi, sampai Peter, kucing ibu kantin
saja mungkin sudah pulang. Aku dengan sialnya harus kembali lagi ke kelasku
yang ada di sudut sekolah dan sendiri membersihkan kelas.
“Ya ampun..Salah apa sih. Kok
gini amat nasib hayati ah..mana si Lara udah pulang. Tinggal sendiri dah..”,Aku
menggerutu sambil membereskan buku-buku yang berserakan di depan loker kelas.
Kelas nampak masih sangat kotor.
Buku-buku berserakan dimana-mana. Bangku dankursi juga tidak pada tempatnya,belum
lagi lantai kelas yang kotor. Kalau dihitung-hitung ini selesainya mungkin mendekati
magrib. Aku teringat cerita teman-teman tentang cerita-cerita seram yang sering
terjadi di sekolah. Bulu kudukku tiba-tiba saja merinding. Tapi aku tetap
mencoba tenang,karena dilantai tiga masih ada anak kelas XIIyang masih melaksanakan
pelajaran tambahan untuk ujian. Selain itu,di ruang guru juga masih ada
guru-guru biologi yang belum pulang. Aku berusaha menenangkan hati dan
bersenandung untuk mengusir rasa takut.
“Hei.. Kenapa belum pulang?“
Sapaan itu membuatku kaget
setengah mati. Aku sampai menjatuhkan tumpukan buku yang sedang kususun. Aku
melirik jam dinding. Setengah enam sore. Aku melirik kearah sumber suara.
Nampak seorang siswa dengan baju yang rapi dan senyum yang manis berdiri di
depan pintu.
“Eeemmmm.. Iya kak. Aku lagi piket. Teman-teman
sudah pada pulang, jadinya aku sendiri saja”, aku langsung bercerita pada
laki-laki ini padahal jujur aku belum pernah bertemu ataupun melihat laki-laki
ini di sekolah.. Dilihat dari postur tubuhnya,sepertinya dia anak kelas XII. Karena
aku tidak dekat dengan kakak kelas,jadi aku cukup merasa asing dengan wajah
ini. Wajar saja lah, kakak kelas berada dilantai
tiga, sedangkan aku dilantai satu dan berada di sudut. Jadi aku jarang sekali
bertemu dengan kakak-kakak kelas.
“Oh,kamu piket. Kamu di kelas ini
ya?”, kakak kelas itu masuk dan duduk di salah satu kursi.
“Iya kak. Kenalin kak,namakuLena.
Putri Maghdalena lengkapnya. Kakak siapa?”, entah dari mana keberanianku
bertanya pada kakak ini.
“Aku Widofa Ali. Panggil saja
Wido. Ini juga kelasku dulu.” Kak Wido menjawab santai.
Suara Kak Wido sangat merdu. Aku
sangat senang hari itu aku ditemani oleh Kak Wido hingga selesai piket kelas. Ketakutanku
sirna sudah,jangankan takut, berpikir takut saja aku tidak sempat karena sibuk
mendengarkan Kak Wido bercerita. Dia bercerita banyak tentang kelas ini dan
teman-temannya dulu. Walaupun aku tidak mengenal satu orang pun yang ia
ceritakan, namun tetap saja lucu. Hingga pukul 19.00,aku baru selesai. Seisi
sekolah juga sudah sepi. Aku diantar oleh Kak Wido hingga gerbang, lalu ia
kembali lagi ke sekolah karena masih ada urusan katanya. Aku sangat senang.
Sungguh senang. Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama, pada Kak
Wido.
Seminggu sudah aku tidak pernah
bertemu lagi dengan Kak Wido. Aku juga sudah bolak balik lantai tiga demi
mencari Kak Wido. Namun sosok ganteng satu itu tidak juga aku temukan. Akhirnya karena putus asa,aku pergi ke
perpustakaan. Aku sudah menyerah,aku ingin konsentrasi saja ke olimpiade biologi
yang sebentar lagi dimulai. Padahal aku paling malas kalau sudah membaca ke
perpustakaan. Entah karena apa,aku merasa perpustakaan itu punya obat tidur di
udaranya. Tidak sampai lima belas menit aku pasti sudah jatuh terlelap jika
berada di perpustakaan.Tapi mau bagaimana lagi,aku harus belajar untuk olimpiade
itu,karena aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sudah dipercayakan
kepadaku. Jarang-jarang sekali aku bisa lolos seleksi olimpiade ini.
“Hei..kamu belum pulang? Lena?”
Suara itu. Suara Kak Wido. Aku
masih setengah tertidur, aku langsung bangun dan mencari asal suara tersebut.
Setelah mataku terbuka,aku melihat Kak Wido tersenyum. Akupun tersenyum sambil
bangkit dari tidur. Ya ampun,aku tidur lama juga. Sekarang sudah pukul 16.00
lewat. Tapi untung saja petugas perpustakaan belum pulang. Akupun keluar dari
pespustakaan dan duduk di taman dengan Kak
Wido disampingku. Kebetulan sedang sepi,sehingga kami bisa bicara dengan
santai.
“Ngapain tidur di perpustakaan?
piket lagi ?“, tanya Kak Wido.
“Enggak kok kak, aku rencananya
mau belajar buat olimpiade biologi kak. Tapi malah aku nya ketiduran, jadinya
belum belajar. Aku juga bingung bagaimana aku harus menghadapi olimpiade
biologi ini”, lagi-lagi aku curhat ke Kak Wido.
“Nih,catatan aku. Pakai aja, aku
juga dulu ikut olimpiade biolologi,aku udah rangkum semua materinya,semoga aja
bisa bantu”, Kak Wido memberikan buku yang tadi dipegangnya. Buku bersampul
kuning itu aku terima. Senang sekali rasanya dipinjami buku oleh Kak Wido.
“Wah kak makasih banget. Ini aku
dikasih apa dipinjemin nih kak?” Aku bertanya seakan aku dekat sekali dengan Kak
Wido. Kak Wido tersenyum dan menjawab agar aku menyimpannya saja untuk belajar.
“Ya udah Lena,aku pergi dulu. Baik-baik
ya..”, Kak Wido beranjak dari duduknya sambil melambaikan tangan padaku.
“Iya kakak. Doain aku ya kak
olimpiadenya. Nanti ketemu lagi ya kak..”, Aku membalas lambaian Kak Wido. Aku
menunduk sebentar, aku tidak bisa menahan wajah sumringah karena Kak Wido. Ketika aku mendongak kembali, Kak Wido
sudah menghilang di balik rimbunan tanaman pakis di taman. “Wah,cepat sekali
hilangnya. Kak wido pasti sangat sibuk..”.
Esoknya aku sangat bahagia. Kamis
sore entah mengapa mejadi sangat menyenangkan bagiku. Bahkan ketika pelajaran
tambahan aku tidak lepas-lepasnya tersenyum. Aku belajar dengan buku pemberian
Kak Wido dan benar saja isinya sangat lengkap. Karena terlalu sering tersenyum,
sampai-sampai aku diperhatikan oleh seisi peserta tambahan hari itu.
“Lena,ada apa kok senyum-senyum
mulu dari tadi?” Bu Tina,pembimbingku bertanya dengan keheranan.
“Tidak apa-apa bu. Lena hanya
sedang bahagia“, jawabku dengan tetap tersenyum.
“Karena kamu sedang bahagia, ibu
boleh minta tolong dong. Ambilkan laptop ibu di ruang guru ya,ada materi yang
akan ibu sampaikan pada kalian hari ini,” Bu Tina menyuruhku sambil tersenyum.
Biasanya aku paling malas kalau bolak-balik,namun karena suasana hati ku sedang
senang aku mau saja menuruti permintaan Bu Tina.
Ketika aku melewati taman, aku
melihat bapak penjaga taman kemudian aku tersenyum sambil menyapanya.
“Nak Lena,besok-besok jangan duduk
sendirian lagi di taman,apalagi kalau sekolah sudah sepi.Nanti diculik
loh,sekarang lagi jamannya penculikan“, pesan pak penjaga.
Sendiri? kemarin kan ada Kak Wido.
Mungkin pak penjaga melihatku setelah Kak Wido sudah pergi sehingga beliau
melihatku duduk sendirian. “Iya pak,Lena akan ingat pesan bapak. Terima kasih
pak“.
Aku lantas kembali lagi ke kelas
tambahan. Ibu Tina sudah menunggu.
Beliau menyuruhku membuka laptop dan menyiapkan materi. Saat aku membuka laptop
Ibu Tina,aku terkaget saat wallpaper
laptop itu muncul. Kak Wido. Aku yakin ini Kak Wido. Mengenakan baju yang sama
dengan yang dia pakai kemarin. Baju seragam SMA yang rapi.
“Bu, ini siapa? Kak Wido bukan? Ibu kenal dengan Kak
Wido?”, Aku memburu Ibu Tina dengan tiga pertanyaan sekaligus.
“Tentu saja ibu kenal. Wido adalah anak yang sangat
pintar. Dia sering memenangkan olimpiade biologi. Ibu sangat bangga pernah
kenal dengan anak seperti dia. Foto ini diambil sehari sebelum dia meninggal.
Dia mengalami tabrak lari di depan gerbang sekolah pada sore hari sepulang dia
belajar untuk persiapan lomba biologi. Hingga akhir hayatnya dia tetaplah
seorang siswa yang rajin dan pintar”, Bu Tina mengusap air matanya yang sudah
menggenang.
Meninggal? Kak Wido? Lalu yang bertemu denganku dua
kali itu siapa? Yang memberiku buku bersampul kuning itu siapa? Oh Tuhan,aku
tidak bisa lagi menyembunyikan kekagetanku. Aku seperti orang linglung yang
kepanikan.Buku, iya buku. Bukunya dimana? Aku langsung berlari kearah mejaku dan
memegang buku bersampul kuning pemberian Kak Wido kemudian semua berubah menjadi gelap. (NR)
#D-48Candida’sReborn
0 comments:
Post a Comment