Malang, Candida – Akhir
– akhir ini, isu tentang LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) di
dunia sedang memanas. Isu ini tidak lagi menjadi sebuah isu parsial saja, namun
sudah dinikmati secara internasional. Dimulai dari Belanda yang mengesahkan
Undang – Undang Pernikahan Sesama Jenis pada tahun 2001, yang didasari dengan
sudah legalnya aktivitas sesama jenis sejak tahun 1811, kini isu LGBT kembali
disorot dunia setelah Amerika Serikat berencana melakukan langkah yang sama.
Tak sedikit publik yang mendukung hak LGBT, namun tak sedikit pula yang
menolak. Lantas bagaimana dengan Indonesia?
Menurut Offord dan
Cantrell dalam jurnalnya tahun 2001, LGBT di Indonesia akan menghadapi tantangan hukum dan
prasangka yang tidak dialami oleh penduduk non-LGBT. Adat istiadat tradisional
kurang menyetujui homoseksualitas dan cross-dressing,
yang berdampak kepada kebijakan publik. Misalnya, pasangan sesama jenis di
Indonesia, atau rumah tangga yang dikepalai oleh pasangan sesama jenis,
dianggap tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan perlindungan hukum yang lazim
diberikan kepada pasangan lawan jenis yang menikah. Pentingnya di Indonesia
untuk menjaga keselarasan dan tatanan sosial, mengarah kepada penekanan lebih
penting atas kewajiban daripada hak pribadi, hal ini berarti bahwa hak asasi
manusia beserta hak homoseksual sangat rapuh.
Apakah ada dasar
hukum yang mendasari larangan terhadap LGBT? Seperti dilansir dalam artikel
Indonesia Seeks to Imprison Gays tahun 2003, hukum pidana nasional tidak
melarang hubungan seksual pribadi dan hubungan homoseksual non-komersial antara
orang dewasa. Sebuah RUU nasional untuk mengkriminalisasi homoseksualitas, beserta
dengan hidup bersama, perzinahan dan praktek sihir, gagal disahkan pada tahun
2003 dan tidak ada undang – undang berikutnya yang diajukan kembali. Pada tahun
2002, pemerintah Indonesia memberi Aceh hak untuk
memberlakukan hukum Syariah. Hukuman hanya berlaku bagi orang Muslim. Sebagai
contoh, Kota Palembang memperkenalkan hukuman penjara dan denda bagi hubungan
homoseksual. Di Jakarta, LGBT
secara hukum diberi label sebagai "cacat" atau cacat mental dan
karenanya tidak dilindungi oleh hukum. Sementara itu, ternyata Indonesia telah
memungkinkan hubungan seksual pribadi dan konsensus antara orang – orang dari
jenis kelamin yang sama sejak tahun 1993, harus memiliki usia yang lebih tinggi
dari persetujuan yang berlaku untuk hubungan sesama jenis atau heteroseksual
(17 tahun untuk heteroseksual dan 18 tahun untuk homoseksual). Dengan demikian
dapat kita ketahui bahwa konstitusi tidak secara eksplisit membahas orientasi
seksual atau identitas gender.
Kendati demikian,
kondisi LGBT di Indonesia tetap demikian kompleks. Hukum tidak melindungi orang
– orang transgender dari diskriminasi atau pelecehan dan juga tidak menyediakan
untuk operasi ganti kelamin atau membiarkan kaum transgender untuk mendapatkan
dokumen hukum baru setelah mereka telah membuat perubahan. Diskriminasi,
pelecehan, bahkan kekerasan yang ditujukan pada orang-orang transgender tidak
jarang terjadi. Pasangan sesama jenis tidak memenuhi syarat untuk mengadopsi
anak di Indonesia. Dari segi media, Undang-undang terhadap Pornografi dan
pornoaksi (2006) melarang "... setiap tulisan atau presentasi audio visual
termasuk lagu, puisi, film, lukisan dan foto – foto yang menunjukkan atau
menyarankan hubungan seksual antara orang – orang dari jenis kelamin yang
sama." Mereka yang melanggar hukum bisa didenda atau dihukum penjara
hingga tujuh tahun. Namun, media sekarang memberikan homoseksualitas
cakupan yang lebih pada media di Indonesia.
Kondisi kehidupan
kaum LGBT di Indonesia sekarang ini memang terikat pada nilai dan norma yang
berlaku dalam masyarakat dan agama. Baik Muslim, juga kelompok agama lain seperti Kristen dan Katolik umumnya
menentang homoseksualitas. Diskriminasi eksplisit dan homofobia kekerasan
dilakukan terutama oleh para ekstremis religius, sementara diskriminasi halus
dan marjinalisasi terjadi dalam kehidupan sehari – hari antara teman, keluarga,
di tempat kerja, atau sekolah. Kaum LGBT sering mengalami pelecehan yang
dilakukan oleh para polisi tapi sulit untuk mendokumentasikannya karena korban
menolak untuk memberikan pernyataan karena seksualitas mereka. Kaum
LGBT sering ditangkap atau dituduh karena orientasi seksual mereka. Indonesia
memang memiliki reputasi sebagai sebuah negara Muslim yang relatif moderat dan
toleran, yang memang memiliki beberapa aplikasi untuk kaum LGBT. Ada beberapa
orang LGBT di media dan pemerintah nasional telah memungkinkan komunitas LGBT
terpisah ada, bahkan mengatur acara – acara publik. Namun, adat istiadat sosial
konservatif cenderung mendominasi dalam masyarakat yang lebih luas. Di
Indonesia, homoseksualitas dan cross-dressing tetap tabu, dan kaum LGBT secara berkala menjadi sasaran hukum
agama setempat atau kelompok main hakim sendiri oleh para fanatik. (AB)
0 comments:
Post a Comment