Zaman yang serba modern ini sedikit banyak telah mengubah gaya hidup
masyarakat tidak terkecuali di Indonesia. Salah satu bentuk perubahan pola
hidup yang ada di masyarakat adalah trend
memelihara satwa langka. Trend memelihara
satwa langka ini mulai ramai di khalayak sekitar 3 tahun terakhir. Kemajuan
teknologi merupakan salah satu faktor yang mendorong adanya perubahan tersebut.
Hanya dengan duduk santai seseorang dengan mudah mendapatkan hewan langka yang
diinginkan seperti burung hantu, buaya, orangutan, bahkan harimau.
Setiap makhluk hidup memiliki hak untuk melangsungkan kehidupan dan
didayagunakan untuk kepentingan kemaslahatan manusia. Memperlakukan satwa
langka dengan baik, dengan jalan melindungi dan melestarikannya guna menjamin
keberlangsungan hidupnya hukumnya adalah wajib. Dalam dunia kedokteran hewan
dikenal Five freedom untuk mengakkan
kesejahteraan hewan (Animal Welfare).
Five freedom tersebut berisikan :
1. Freedom from
hunger and thirst (bebas dari rasa haus dan lapar)
2. Freedom from
discomfort (bebas dari rasa tidak nyaman)
3. Freedom from
pain, injury and disease ( bebas dari
rasa sakit, cedera dan penyakit)
4. Freedom to
behave normally (bebas untuk mengekspresikan
perilaku alami)
5. Freedom from
fear and distress (bebas dari rasa takut dan
tekanan)
Kondisi yang terjadi dimasyarakat beda adanya. Mereka menganggap hewan
langka seperti hewan kesayangan. Secara kasat mata memang terlihat baik – baik
saja, akan tetapi jika ditilik kembali, permasalahan yang begitu rumit akan
bermunculan. Poin – poin yang telah disebutkan diatas hanya sebagian kecil yang
telah terpenuhi. Seperti pemenuhan kebutuhan dasar misalnya, pemilik setiap
hari memberi makan hewan liar kesayanganya, tidak pernah telat, bahkan harga
makanan satwa lebih mahal daripada harga makanan untuk pemiliknya. Pemilik rela
tidak makan asal satwa langka kesanyanganya makan. Kemudian yang menjadi
pertanyaan apakah pakan yang diberikan sudah benar?? Orangutan yang biasanya
makan buah-buahan kini diberikan roti, orangutan yang biasanya makan sendiri,
kini makan disuapi si pemilik. Hal – hal kecil seperti ini tanpa disadari telah
menyakiti satwa liar yang telah berubah menjadi hewan “kesayangan”. Sistem
pencernaan antara satwa liar tidak bisa disamakan dengan manusia yang bisa
makan segala. Tidak semua yang bisa dimakan manusia bisa dimakan oleh satwa
liar bahkan semua binatang.
Pada poin freedom from discomfort
(bebas dari rasa tidak nyaman) apakah pemilik mampu menjamin satwa “kesayangan”
nya bebas dari rasa tidak nyaman? Bagaimana pemilik bisa mengetahui bahwa satwa
yang dipelihara merasa tidak nyaman jika pemilik benar-benar tidak memahami
satwanya. Terkadang pemilik lupa bahwa hewan langka yang kebanyakan adalah
hewan liar, pemilik mengajak bermain seolah hewan tersebut adalah hewan
kesayangan seperti anjing dan kucing, perlahan sifat alamiah dari si hewan akan
memudar.
Poin yang paling ditekankan adalah Freedom
to behave normally (bebas mengekspresikan perilaku alamiah). Poin ini menjadi
penting karena pada satwa langka yang kebanyakan adalah satwa liar memiliki
habitat yang beda dan jauh dari keramaian. Kebanyakan dari satwa langka tinggal
dihutan yang masih perawan, sehingga akan kaget melihat tempat tinggal yang
bisa jadi pemilik tidak menyesuaikan dengan kondisi dimana satwa tersebut
tinggal. Selain itu untuk regenerasi, satwa langka tersebut membutuhkan
pasangan, bila pemilik tidak peka maka pemilik telah melanggar five freedom pada poin Freedom to behave normally. Jangan
sampai apa yang telah menjadi niatan baik dari pemilik justru menjadi penjara
bagi satwa langka yang dipelihara.
Poin yang tak kalah penting adalah Freedom
from fear and distress (bebas dari rasa takut dan tekanan). Berbeda dengan pet animal (hewan kesayangan), satwa
langka yang kebanyakan satwa liar memilik sifat alamiah liar akan menimbulkan
polemik tersendiri jika dipelihara. Pada saat hewan dalam kondisi tidak nyaman
atau tertekan, sifat alamiah dari hewan tersebut akan keluar dan pada kondisi
ini jelas akan mengancam keselamatan dari pemilik. Hewan bisa menyerang pemilik
dan bahkan tidak mengenal siapa pemiliknya. Tak heran jika banyak kejadian
seperti di kebun binatang, keeper
yang sangat dekat dengan hewan liar justru menjadi korban, bahkan berujung pada
kematian. Hal inilah yang harus dipahami oleh pemilik, bukan saja pada hukum
pidana yang melarang memelihara hewan langka, akan tetapi juga memperhatikan
keselamatan dari pemilik.
Freedom from
pain, injury and disease (bebas dari
rasa sakit, cedera dan penyakit) seharusnya menjadi poin yang menjadi
pertimbangan pemilik untuk menjadikan satwa langka menjadi hewan peliharaan.
Hampir sebagian besar penyakit yang diderita oleh hewan langka bersifat zoonosis, dan banyak sekali penyakit zoonosis asal hewan langka yang belum
diketahui. Sehingga pemilik harus benar-benar waspada dan menjaga kebersihan
agar tidak tertular. Apakah pemilik telah benar-benar faham akan kondisi
tersebut?
Akibat yang ditimbulkan karena kesalahan manusia dari memelihara satwa
langka seperti harimau, badak, gajah dan orangutan, serta berbagai jenis
reptil, mamalia, dan aves menyebabkan satwa tersebut terancam punah. Memelihara
satwa langka terlanjur menjadi trend
masa kini. Siapa yang harus disalahkan? Tidak perlu saling menyalahkan karena
hal ini menjadi PR kita bersama. Bagaimana pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, dokter hewan, aktivis konservasi bahkan tokoh agama bekerja sama
untuk satu tujuan meluruskan bahwa tindakan memelihara hewan langka adalah
tindakan yang salah
Tuhan menciptakan satwa langka tersebut untuk menjaga keseimbangan
ekosistem bukan sebagai hewan kesayangan yang bisa diajak untuk bermain bahkan
untuk dieksploitasi. Sejatinya manusia terlahir untuk bisa menjaga keseimbangan
ekosistem dan kelestariannya sehingga tidak terjadi kerusakan. Tidak memelihara
hewan langka dan tidak menjadikan hewan tersebut sebagai hewan kesayangan
merupakah satu langkah kecil untuk turut andil dalam menjaga keselamatan hewan.
(MRH)
#D-67Candida’sReborn
0 comments:
Post a Comment